Sudah lumayan lama
rasanya tidak berbagi cerita melalui ngeblog. Karena memang rasanya bingung apa
yang ingin dibagi dari masa-masa pandemi saat ini, masih bingung bagaimana
caranya untuk produktif yang padahal banyak caranya. Pada intinya, malas adalah
jawaban dari segala ketidakproduktifanku saat ini, wkwk. But let me and you fighting for it!
Nah, dalam kesempatan
kali ini aku ingin mencoba sedikit mereview sebuah novel yang menarik sekali
untuk dibaca. Genre-genre seperti novel yang baru kubaca ini dapat dikatakan
cukup liar namun berarti akan nilai-nilai yang dituangkan oleh sang penulis. Novel
apa sih emangnya? Yap, jadi ini adalah review tentang Novel ENTROK karya Okky
Madasari. Kebetulan novel ini kudapati dari sebuah giveaway, alhamdulillah,
hehe. Perlu kalian ketahui bahwa ENTROK sendiri itu adalah bahasa Jawa dari “pakaian
atas wanita”, oleh karena itu covernya itu. Gimana sih setelah baca novelnya?
Emang dewasa gitu ya?
Novel ENTROK sendiri
adalah sebuah novel yang mengambil setting dari tahun 1950-1994, masa dimana
Indonesia mengalami periode Orde Lama dan Orde Baru. Bercerita tentang tokoh
Utama, Marni yang awalnya sebatang kara dengan Simbok a.k.a Ibunya. Kerjanya
hanya ngupas Ubi di pasar. Hingga akhirnya hanya dengan sebuah mimpi ingin
punya entrok ia berusaha untuk melakukan banyak hal disamping ngupas ubi. Yang
menjadikannya sebagai wanita sukses dikala dewasa, dengan akhirnya profesi
utama meminjamkan duit dengan kembali 10% dilakoninya, layaknya rentenir.
Disamping itu dia juga
udah berkeluarga, suaminya hanya kerja mendampinginya untuk bekerja menagih-nagih
uang pinjaman dari rumah ke rumah. Sedangkan sang anak dididiknya untuk
memiliki pendidikan yang tinggi, tak seperti ibunya. Disini sih sukanya, dikala
ibunya menyembah leluhur Mbah Ibu Bumi Bapa Kuasa dan sang anak Rahayu yang tentu
mengenal Gusti Allah selama ia didik sekolah. Hal ini membuat mereka seakan dua
raga yang satu namun tak pernah berdekatan. Sang Ibu mengatakan anak tak punya
jiwa, mudah saja baginya membuat ibunya menangis dengan berbagai perkataannya
yang menyakitkan. Sedangkan sang anak mengatakan ibu pendosa, lintah darat,
percaya pada hal-hal leluhur, pesugihan. Dua pandangan mereka yang berbeda
emang gabisa disatukan, bagaimana sang ibu ingin mempercayai Gusti Allah dikala
ia dididik selama ini tahunya leluhur? Aku yakin banget hal ini memang zaman
kala itu wajar sih akan kepercayaan kepada leluhur yang mungkin sampai saat ini
masih ada, ya gak sih?
Tapi yang aku sukai
dari novel ini lainnya ialah dimana banyak hal yang bisa kita pelajari dari
pengambilan setting zaman orde lama dan baru. Dimana akhirnya tahu gitu bahwa
kebebasan kala itu emang sepenuhnya ga kita pegang, peran tentara amat besar
dengan berbagai hal yang ia bisa lakukan. Gak sepenuhnya mereka baik, karena
semua hal bagi mereka ialah uang. Berbagai peristiwa yang ada di novel ini
menjelaskan akan ketidakbebasan itu yang akhirnya sang Ibu selalu
dibodoh-bodohi oleh pemerintah untuk diperas uangnya, terutama tentara
tersebut. Sosok sang anak juga menjadi korban tentara, dimana ia ingin
membebaskan kebebasan yang akhirnya dipenjara. Yang pada intinya novel ini
mengajarkan kita akan pandangan dan sejarah masa lalu Indonesia.
Mungkin itu sih yang
bisa aku sharing reviewnya untuk novel ini. Semoga tertarik untuk membacanya.
Yuk jangan malas, karena masa depan hanya untuk mereka yang berusaha!